Jumat, 27 Juli 2012

PTT : Sebuah Kehormatan Bagi Seorang Dokter

Minggu ini adalah minggu pembukaan PTT ke-3 kalinya di tahun ini. Setelah gagal di PTT ke-1 dan ke-2, saya kembali lagi mendaftar.
Hmm..."PTT". Mendengar 1 kata ini, pikiran saya terpecah menjadi 2, pikiran negatif dan pikiran positif. Bagai simalakama jika saya sedang memikirkan 'PTT'. Jika diterima PTT, di satu sisi saya bahagia karena berhasil lolos, namun di satu sisi saya harus bersiap diri dengan keterpencilan sebuah peradaban.
Berikut beberapa hal yang sempat menggelantung dalam pikiran saya selepas sah menjadi seorang 'pelayan kesehatan' :
1. Jika saya PTT, saya akan mendapat surat masa bakti, dan dengan itu, saya bisa mendapat poin lebih jika mendaftar ppds.
2. Jika saya PTT, apa akan ada pasien yang datang berobat ke tempat praktik pribadi saya, sedangkan pemikiran orang-orang terpencil biasanya masih kuno.
3. Jika saya PTT, apakah saya masih bisa menabung guna uang saku sekolah nanti? Padahal biasanya gajinya nunggak2, dirapel beberapa bulan.
4. Jika saya PTT, apa saya bisa sambil bekerja di RS yang notabene bisa menjadi pengalaman kerja tambahan jika saya nanti mendaftar sekolah spesialis?

Mungkin beberapa hal masih bisa saya lakukan (seperti praktik pribadi, bekerja sambilan di RS) jika saya beruntung mendapatkan lokasi PTT yang mendukung. Namun, jika tidak? saya membayangkan hanya bisa berkutat dengan kegiatan rutin dalam keterpencilan itu.
Post gagal PTT untuk ke-2 kalinya mengharuskan saya intropeksi diri. Dan beberapa hari yang lalu saya tersadarkan oleh beberapa inspirasi dari kawannya kawan yang lolos PTT.

"Kalau mindset kamu seperti itu, kamu gak bakalan lolos PTT lagi. Pengabdian dulu. Gak boleh egois. Niat itu sangat vital sekali. Kalau banyak amal, hidup akan dimudahkan. Jangan hanya terus-terusan memburu dunia."
Beberapa patah kata di atas benar-benar merasuk ke dalam otak saya. Iya ya, selama ini saya diselubungi nafsu duniawi, egois. Menjadi seorang dokter adalah anugerah. Dan detik ini saya bisa berkata, dokter yang diberi kesempatan PTT adalah dokter yang diberi kehormatan sebagai seorang dokter untuk menjalankan tugas mulia sejatinya dokter. Tidak semua dokter diberi kehormatan untuk menjalankan PTT.
Tidak munafik, dulu saya sempat berpikir :
1. Enak ya para anak staf, bisa langsung sekolah spesialis tanpa harus bersusah payah PTT dulu (meski PTT tidak menjamin lolos ppds pula).
2. Enak ya jadi dokter yang menetap di Jawa yang dibuai materi dunia yang lebih banyak dan fasilitas lebih lengkap.
3. Gimana ya nanti kalo PTT, apa bisa belajar. Jangan2 nanti daftar sekolahnya jadi mundur lagi.

Namun saat ini pikiran saya bisa lepas jauh-jauh dari itu. Sungguh sebuah kehormatan bila kita diberi kesempatan Yang di Atas mengabdikan diri di jalanNya. PTT merupakan sebuah penghargaan yang tak ternilai harganya. Buang jauh2 pikiran sekolah dan uang. Manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. sekali lagi, orientasikan hidup untuk akhirat, bukan dunia. Jangan memandang langkah orang lain, karena kamu memiliki jalanmu sendiri - sendiri.

Sabtu, 28 Juli 2012
regards,