Selasa, 19 Oktober 2010

aku disindir!

If you can't explain it simply, you don't understand it well enough. ~Albert Einstein~


yah, mbah eisntein nyindir aku neh. hee

Sate Birokrasi

Pagi ini, tepatnya di hari kedua memasuki stase baru, 12 buah koas berkerumun di dalam suatu ruangan sempit berukuran kurang lebih 3 x 4 m. Dari situ terdengar sebuah dialog...
S      : ya sudah. Terserah kalian mau apa. (dengan nada datar dan ekspresi wajah yang entah itu      tersenyum atau datar)
K     : Tapi kemarin dr. T bilang kami diminta ngadep para staf dulu satu per satu di hari pertama dok.
S      : yasudah, sana terserah kalian mau apa. Saya ini yang dititipi kalian oleh fakultas. Jadwalnya udah ada kan. Itu jadwal yang udah ditetapin dari kampus.
K     : kemarin dr. W bilang udah gak pake jadwal ini lagi dok. (sambil menyerahkan selembar jadwal kegiatan koas).
S      : yasudah. Kalian mau apa sekarang terserah. Toh juga ntar yang nandatanganin nilai kalian itu saya. Ya sekarang tergantung sama saya. Saya jadi “tersinggung” apa nggak dengan kejadian ini.
K     : tapi kemarin kami mau ngadep dokter, dokter tidak berangkat.
S      : yasudah. Sekarang berdoa aja biar dr. S (red. Beliau sendiri) tidak tersinggung dan mencelakakan nilai kalian. Kalau ntar kalian merubah jadwal kegiatan yang tercantum dalam jadwal, ntar dr. W marah lagi ke kalian.
K dan koas lain : $#^&@#$%* (simalakama mode : on)
K      : ya, kami terserah dr.S aja.
S       : ya iya. Berdoa aja biar dr. S gak tersinggung dan mau menandatangani nilai kalian di akhir nanti.
K      : yaudah dok. Kami menemui dr. W dulu.
Kemudian dengan sekonyong-konyong, kami bergerombol 12 ekor menemui dr.W. Kemudian dr. W menemui dr. S, entah apa yang akan dibicarakan dan terjadi kemudian.
Ket.
Dr. S = staff pengurus koas, seorang pria, ganteng banget dah, ganteng.
Dr. W = staff juga, cantik banget dah, cantik.
K = juru bicara koas, salah satu bagian dari 12 koas dalam stase “yang tidak bisa disebut namanya”

Benar jika koas diistilahkan sebagai kumpulan orang serba salah. Setelah 4 minggu terbang bebas terlepas dari zona Rumah sakit induk (red. dari Ngoass MF di luar RS), saya ternyata harus kembali pulang ke rumah sakit yang penuh dengan hiruk pikuk ini. Bukannya merendahkan tempat saya menimba ilmu tersebut, namun hanya suatu hal yang selalu ada di sini yang membuat saya gerah untuk bergerak. BIROKRASI.
Burung akan lebih tangguh bila hidup terbang bebas di alam terbuka dibandingkan jika dibatasi dalam beribu jeruji kayu yang disebut sangkar. Dalam hal ini, birokrasi menjadi sangkar bagi diri saya sendiri (mungkin tidak untuk yang lain). Saya seorang yang sangat sensitif dengan hal yang menyenggol kebebasan dan hal yang menekan otak (yang semestinya tak perlu menekan). Tentu saja selalu ada hal yang menekan otak selama kita “hidup”, karena ini “kehidupan”. Namun yang saya maksud disini adalah hal-hal yang seharusnya tak perlu masuk ke dalam otak, mendesak otak hingga melebihi kapasitas hal-hal yang memang harus masuk otak, misal materi kuliah, kasus pasien, dan sebagainya.
Seperti yang tampak dari dialog di atas. Para koas yang stres bukan karena masalah ilmiah, namun hanya karena suatu perdebatan intern antar staf  yang para koas pun dipaksa berperan di dalamnya. Birokrasi. Napa sih jadi orang suka mempersulit orang lain? Apakah yang dibicarakan tadi hal yang besar yang sampai mengancam nyawa? Mengapa selalu harus nilai kami yang menjadi taruhan jika kalian ber-mood buruk? Apakah tak pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran anda yang pinter itu untuk beralih segi pandang dari mata kami? Sadar gak sih, dari jaman kuliah anda telah pernah secara tidak langsung menyakiti perasaan anak didik anda? (aku seh agak gak sakit hati, orang tidur mulu kalo kuliah. Tapi ya gerah banget ikut ngerasain atmosfer dan posisi yang seperti itu). Dosa gak tuh kalo sampe ada ucapan yg nyakitin atau mempersulit orang lain?
Sobrun sobrun.
Emang susah ya kalo berada di tempat seperti ini dengan peraturan tertulis maupun tak tertulis yang agak ndeso dan konyol. Andai saja syarat ujian tak lagi memerlukan bermilyar tanda tangan staf yang sebuah tandatangan saja harus menghabiskan waktu beratus2 jam untuk menunggu tanpa tujuan hidup yang jelas. Andai saja syarat ujian tak berbelit2 dan bisa diurus via internet. Sidik jari apa cap jempol gitu. Jadi gak usah ribet2 beribu2 ribet. Andai saja semua staf berjiwa dermawan ilmu, ikhlas dan memandang segala sesuatu itu adalah persiapan di akhirat...
Back to laptop,
Udah aku tebak beliau bakal berulah. Eeeeeh benerrrr, dia berulah. Terbukti kan. Hmmm. Emang berbakat jadi perabot pengadilan, cerdas dan lihai menempatkan orang di posisi bersalah.

Minggu, 17 Oktober 2010

Cooking in The Dark

Seharian ini, saya habiskan waktu di rumah. Nikmat duniaaaaa. Dah lama gak menikmati menjalani hidup didampingin, dikelonin, ditemenin sama orang tua. Untuk sementara meninggalkan keseharian sebagai kasta koas (kasta terendah di rumah sakit). Hari ini aku jaga toko sama ibu, tidur juga bareng ibu (1 selimut berdua gitu. Bapak tidur sama radio kesayangannya), ngambil barang2 dagangan sama bapak, dll.

Ba'da maghrib, ternyata makanan di meja makan dah minim. Setup makroni udah abis, ayam goreng tinggal 1, soto juga udah nget2an dari kemarin malem. Bapak sih bilang keluar beli mie goreng langganan aja ntar. Tapi trus ibu minta aku masak oseng aja, soalnya masih ada buncis ma brokoli di kulkas. Pertamanya sih aku ditawarin, milih masak apa jaga toko sama ibu. Ya jelaslah aku milih masak. Udah tau aku gak suka jaga toko. Gak suka pokoknya. Apalagi kalo yang aku layani adalah seorang pembeli yang suka nyuruh2 tak berperikemanusiaan, banyak maunya, dan gayanya selangit. Selalu butuh citerizin kalo abis ngadepin orang kayak gitu. Meskipun aq orangnya suka ngalah, tapi aku gak suka pekerjaan yang bernada perintah atau tanda seru. Aku lebih seneng pekerjaan yang jauh dari tekanan, jauh dari hiruk pikuk orang ribet, tak terlalu butuh banyak kebutuhan akan interaksi, dan kalo diijinin sama Allah, aku yang jadi bos-nya aja. Kalo aku kerja ya kerjaku atas kemauanku sendiri, gak atas perintah orang lain. Kalo atas tuntutan orang lain, aku jadi males. Sementara bapak ke masjid dan ibu di toko, (kebetulan aq lagi gak sholat) aq pulang ke rumah dan mengecek apa bahan yang dibilang ibu emang bener masih ada wujudnya di kulkas. Kalo gak ada kan enak, bakal ada yang nraktir aku mie goreng (red. bapak). Eh ternyata beneran ada tuh brokoli ma buncis.

Tau gak sih, dapur rumahku tuh sedang dalam proses reparasi. Di ubah tata ruangnya gitu, sama diperbaiki yang kurang2. Dan gak tau napa, meski yang dirubah tata ruangnya, tapi lampu dapur ikutan mati. Yah, gak ada yang bilang daritadi. Akhirnya terpaksa aku masak di tengah kegelapan dapur coba. Satu tangan megang sothil (bahasa indonesianya apa yak? alat yang buat ngesreng-esreng itu loh), dan yang 1 megang senter. hiuuuh, capedeeeeh. Tapi gak apa deh, ketimbang aku mati kelaparan malam ini (lebbuay mode : activated).

taraaaaaa!!!

oseng buli-buli's well done!^^v

iseng2 poto aja tuh oseng. Tapi ya gambarnya jelek, orang gelap dapurnya.



 Karena gelap, makanye akue ambile gambare pake bantuane sentere.
Aku senter tuh oseng, biar kelietan dengan mata telanjang.
Untung ruang makan gak ikutan mati lampunya.





Oseng buli-buli = buncis brokoli, hee =D

Sabtu, 16 Oktober 2010

'Cuma Suka & Itu Perintah'

'Cuma Suka & Itu Perintah'
Seutas kalimat yang dengan entengnya dikeluarkan oleh seorang manusia. Masih terngiang2 dalam benak. Ringannya mengeluarkan kalimat tersebut untuk suatu urusan yang hampir semua orang menggolongkannya dalam klasifikasi  urusan serius dan amat besar dalam hidup seorang insan. Namun setelah dipikir2, ada makna lain yang ambigu. Bisa saja yang mengeluarkan statement tersebut menganggapnya sepele, bahkan terlalu sepele, hingga ia sewaktu2 nanti bisa melakukan suatu hal tersebut sesuai kehendaknya dengan dasar hukum yang ia sukai.
Namun jika benar ia tetap berada di jalan lazimnya orang biasa berjalan  dan menuruti apa yang diminta seorang kecil ini, aku akan tetap memandangnya di atasku di bawah alam sadar manusia2 normal lainnya. Apalagi jika ia memang benar2 tulus memurnikan niatnya menjalankan hal itu hanya untuk perintah Sang Pencipta. Semoga.

Semoga kau tidak mengecewakan-ku, nya, dan nya.

Miss U my friend...

Rabu, 13 Oktober 2010

CTG termasuk Teknologi ???

Tiba-tiba sore ini saya teringat dengan sesuatu yang agak aneh saat saya ber-koas ria di stase obgyn.

Apakah itu teknologi? singkat pikir saya, teknologi adalah segala sesuatu yang canggih, diciptakan untuk mempermudah kerja manusia.

CTG (cardiotocography) tentu saja juga termasuk dalam apa yang disebut "Teknologi". Tapi mengapa saat saya stase Obsgyn, banyak koas (termasuk saya) yang terkadang (gak berani bilang sering, hee) menggerutu jika disuruh CST atau NST oleh para kasta residen. Bahkan sempat terpikir di pikiran kami untuk *tiiiiiiiiiiiiit* (off the record) yang tujuannya adalah supaya CTG yang sangat amat merepotkan dan menyebalkan itu mengalami disfungsi alias tidak berfungsi lagi. he he he.

CTG, SD KANYEB!!!! 

Bayangkan saja, setiap kali men-CTG, kami harus repot menyiapkan HP(handphone) musik. Buat yang Hp-nya sudah terbiasa untuk menyetel musik sih gak akan begitu repot. Tapi buat koas2 tertentu, seperti misalnya: yang gak punya Hp, yang Hp-nya sederhana banget (cuma bisa buat sms & telpon, kalo adapun paling cuma musik2 tak berlirik yang kurang greng buat mbangunin fetusnya), yang Hp-nya cuma ada musik2 slow buat ninabobok (kayak Hp-ku, hee), kayaknya CTG terasa menyusahkan. Gimana enggak? liat aja di lapangan tempat kami beraksi. 95% hasilnya jika kami tidak menggunakan musik saat men-CTG, pasti kami diminta mengulang merekam CTG lagi oleh para kasta residen karena hasil CTG-nya buruk. Bayangkan, tiap men-CTG itu butuh waktu 20 menit. Jika diminta men-CTG lagi, kami harus membuang waktu kami 20 menit lagi. Time is Honey, sir! Dan saat men-CTG itu, kami kasta koas, harus berdiam diri di samping pasien tersebut sampai CTG selesai, menjaga kalau2 mesin CTG di tengah perjalanan merekam hasil yang buruk. Jika di tengah perjalanan hasil rekam CTG buruk, maka kami harus segera mengulangnya dan memedikasi pasien supaya tidak banyak bergerak. Trus juga, kita juga kadang mesti nggoyang2 perut ibunya biar bayinya gak diem gitu (kalo pas variabilitasnya jelek). Belum lagi kalo pas digoyang, rumput CTG-nya malah ilang. Kudu nyari lagi DJJ-nya. hemmmmh. reppppooooot.
Rugilah kalian para koas (spesial koas di habitatku) jika anda selama 10 minggu hanya bisa men-CTG tanpa tahu intepretasi CTG yang tepat. Kalo residennya dermawan ilmu dan pinter, kalian akan beruntung banget. sumpah deh. Tapi kalo kalian jaga bareng residen yang pas-pasan (pas-pasan apanya ya? gak enak ngetiknya. Ya gitu deh.) ya disyukuri aja. Baca ndiri aja di buku.
Karena saking herannya, saya (yang otaknya pas-pasan ini) sempat searching di google dengan kata kunci "CTG, Hp" atau "CTG, music". Kali aja emang CTG tuh suaminya berwujud Hp bermusik. Tapi ya hasilnya gak memuaskan.
Sering saya berpikir, apa koas di lain tempat juga mesti repot seperti kami ya kalo men-CTG? trus apa gunanya CTG dinamakan teknologi? kenapa kita mesti nyediain ndiri fasilitas tambahan aneh berupa Hp musik? Bukane dari sana pasti udah dibuat sedemikian rupa ya? Apa karena CTG di tempat kami udah pramenopause ya? katanya mahal?
Dulu sih saya pengen ambil gambar perut ibu hamil yang lagi di CTG dan di atas perutnya itu juga ditempelin HP bermusik, buat bukti gitu. Tapi gak enak juga ma orang2 sekitar. Tapi pengen sih, soalnya itu kejadian yang aneh (kalau saya pikir2 lagi sih).

Minggu, 10 Oktober 2010

7 Oktober

7 Oktober ...
tanggal 7---saatnya bertarung lagi
saatnya maju ujian obsgyn lagi
saatnya kepercayadirian dan pengetahuan dipertaruhkan

7 Oktober ...
saatnya KEBEBASAN
saatnya TERSENYUM lagi
saatnya BERNAPAS LEGA lagi
saatnya TIDUR LELAP tanpa bayang2 dan mimpi2 ujian yang menghantui
saatnya KAPAS TERBANG RINGAN di udara

7 Oktober ...
saatnya memuseumkan kitab obgyn biru yang tebalnya sebantal tidurku
saatnya tidak terpaksa sok kerajinan baca buku tebel lagi
saatnya memulai hidup tak bertujuan lagi
saatnya membeli sejumlah makanan untuk penghargaan terhadap diri sendiri
saatnya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantuku
(pihak yang selalu meneteskan airmata saat mendoakanku
pihak yang selalu memotivasi dan membiayai hidupku
pihak yang selalu menjadi alasanku untuk survive
pihak berukuran kecil yang selalu mendukungku
pihak yang selalu menyadarkanku dengan hakikat hidup
pihak maya yang telah menanyajawabi aku tentang mioma
pihak maya yang telah memberikan diskusi obsgyn singkat
pokoknya semuanya aja deh)

7 Oktober
AKU BEBAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAS !
tak peduli berapapun nilai yang ku dapat.
Tak dapat ditentang, Luck factor tetap menjadi sesuatu yang berpengaruh terhadap hidup seorang koas.

Bermodal kata bijik dari Encil Marucil, "Lulus dengan ilmu atau lulus dengan nilai?"

special thank's for Encil

Jumat, 08 Oktober 2010

AKU = MUTIARA ?

Dimanapun dia berada, mutiara adalah tetap mutiara.
Jadi tergantung aku sendiri, aku ini mutiara apa bukan.





SEMANGAT UNTUK AKU!!!!!!!!

Senin, 04 Oktober 2010

Dezzinggggg!

cek cek.
roger2.
alap-alap 1 terbang menukik 270 derajat on fireeeeeeeee.
3 hari lageeeeee
ya Allah
haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah.
mau ujian, napa banyak banget schedule giniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.
piket klinik ooooo klinik. Bikin VeR ooooooo VeR. Blajar bt ujian forensik besok rabu ooooooo MF. Blajar bt ujian yg gak tau besok mau ditanya apa ooooooooo.

fuh, SMUNGUT! kan abis ujian, mau ditraktir dewi di 'gule kepala ikan'. Trus mau makan nasi goreng di depan RSOP sm cilo. ha ha ha. SMONGOOOOOOT!