Rabu, 30 Januari 2013

DI BALIK DOA YANG TIDAK TERKABUL



Ada seseorang yang rajin berdoa, minta sesuatu sama Allah. Orangnya sholeh. Ibadahnya baik. Tapi doa tak kunjung terkabul. Sebulan menunggu masih belum terkabul juga. Tetap dia berdoa. Tiga bulan juga belum. Tetap dia berdoa. Hingga hampir satu tahun doa yang ia panjatkan, belum terkabul juga. Dia melihat teman kantornya. Orangnya biasa saja. Tak istimewa. Sholat masih bolong-bolong.

Kelakuannya juga sering nggak beres, sering tipu-tipu, bohong sana-sini. Tapi anehnya, apa yang dia doain, semuanya dipenuhi. Orang sholeh ini pun heran. Akhirnya, dia pun dateng ke seorang ustadz. Ceritalah dia permasalahan yang sedang dihadapi. Tentang doanya yang sulit terkabul padahal dia taat, sedangkan temannya yang bandel, malah dapat apa yang dia inginkan.

Tersenyumlah ustadz ini. Bertanyalah si ustadz ke orang ini. Kalau Anda lagi duduk di warung, kemudian datang pengamen, tampilannya urakan, maen musiknya gak bener, suaranya fals, bagaimana? Orang sholeh tadi menjawab, segera saya kasih pak ustadz, gak nahan ngeliat dan ndengerin dia lama-lama di situ, sambil nyanyi pula.

Kalau pengamennya yang dateng rapi, main musiknya enak, suaranya empuk, bawain lagu yang kamu suka, bagaimana? Wah, kalo gitu, saya dengerin ustadz. Saya biarin dia nyanyi sampai habis. Lama pun nggak masalah. Kalau perlu saya suruh nyanyi lagi. Nyanyi sampai sealbum pun saya rela. Kalau pengamen tadi saya kasih 500, yang ini 10.000 juga berani, ustadz. 

Pak ustadz pun tersenyum. begitulah nak. Allah ketika melihat engkau, yang sholeh, datang menghadap-Nya, Allah betah ndengerin doamu. Melihat kamu. Dan Allah pengen sering ketemu kamu dalam waktu yang lama. Buat Allah, ngasih apa yang kamu mau itu gampang betul. Tapi Dia pengen nahan kamu biar khusyuk, biar deket sama Dia. Coba bayangin, kalo doamu cepet dikabulin, apa kamu bakal sedeket ini? Dan di penghujung nanti, apa yang kamu dapatkan kemungkinan besar jauh lebih besar dari apa yang kamu minta. 

Beda sama temenmu itu. Allah gak mau kayaknya, dia deket-deket sama Allah. Udah dibiarin biar bergelimang dosa aja dia ini. Makanya Allah buru-buru kasih aja. Udah. Jatahnya ya segitu doang. Gak nambah lagi.

Dan yakinlah, kata pak ustadz, kalaupun apa yang kamu minta ternyata gak Allah kasih sampai akhir hidupmu, masih ada akhirat, nak. Sebaik-baik pembalasan adalah jatah surga buat kita. Nggak bakal ngerasa kurang kita di situ.

Tersadarlah orang tadi. Ia pun beristighfar, sudah berprasangka buruk kepada Allah. Padahal Allah betul-betul amat menyayanginya. Semoga kisah ini menjadi dapat pelajaran bagi kita semua... Aamiin



-kopas dr Kata-kata Hikmah-

Minggu, 20 Januari 2013

Januari, 20 Januari 2013

Berenang...
Pagi ini saya mulai dengan berenang. Usai jaga malam, saya langsung capcus balik ke rumah saudara njemput sepupu saya. Kami sudah berencana berenang hari ini. Sampai di kolam renang, eh, ternyata masih tutup. Akhirnya kami mampir dulu ke saudara kami yang lain. Hmmm. Sepupu saya itu, sebut saja W, ingin menjemput keponakan saya yang masih berusia 2 tahun berenang. Dalam hati saya,"uh, ngrepot2in aja. Gak bisa nikmatin renang deh."
Singkat cerita, sekitar setengah jam kami menunggu di depan kolam renang. Belum dibuka2. Dalam hati saya,"Gosong deh gw. Udah jam 9 lebih belum dibuka2 kolam renangnya."
Saat udah di dalam kolam renang, sepupu saya mengajak berenang si keponakan kecil. Si kecil ternyata takut, gak mau masuk air. Lama sekali kami membujuknya, namun sia2. Akhirnya saya minta ijin dulu renang di kolam renang dewasa. dapet 2 kali puteran, saya kembali nengok si kecil dan sepupu saya.
Liat mereka yang seperti 'mengukir di atas air' (dalam waktu yang saya kira cukup lama), akhirnya saya turun  tangan. Saya gendong si kecil yang sudah memakai ban kepala masuk ke dalam kolam. Pelan2 saya celupin dia. Nangis ya nangis deh. Rasa malu saya sepertinya sudah habis terkikis waktu. Hemh. Karena gak tega, tak lama kemudian, kami bertiga pindah ke kolam dewasa. Saya berdua dengan sepupu sya bergantian mengawasi si kecil yang duduk sambil ngedot susu di tepi kolam.
Si kecil opname...
Malam harinya saya mendapat kabar kalau si kecil masuk IGD. Pikir saya, paling demam muntah. Dengan tenang saya berangkat ke RS. Sesampainya di RS, si keponakan kecil udah pindah ke bangsal. Saya coba liat statusnya di meja perawat, diagnosisnya 'KDS'. hemh, kejang demam sederhana. Muka saya langsung 'agak' pucat, namun jantung saya masih berdegup pelan seperti sebelumnya.
Sesampai di ruangan, si kecil sedang tertidur pulas. Sebelum pagi berenang tadi, si kecil ternyata udah lari2 pagi bersama pamannya. Kemudian kemarin abis beraktifitas agak berat juga. hemh, semoga ini bukan alibi ibu si kecil agar tidak menimbulkan ketidakenakan pada diri saya.
Si kecil gak kebagian ruangan VIP, jadi dia terpaksa di ruangan kelas 3. hemhhh. Berada di ruang itu, saya berpikir, sepertinya saya sudah kehilangan empati. Melihat keluarga saya yang lain mengelus2 si kecil yang sedang tertidur pulas atau beberapa orang yang menampakkan kepanikannya. Namun saya? Saya tetap tenang, seperti tak merasakan apa2, dingin. Mungkin pikir mereka saya kejam atau apalah. Semoga ini hanya pikiran negatif saya saja.
Hilang empati...
Baru setahun menjalani profesi saya sebagai pelayan kesehatan, saya seperti kehilangan 'sesuatu' yang disebut 'empati'. Ya Allah, maafkan hamba. Selalu, perasaan dan sikap yang terlalu tenang pada keadaan yang orang lain sudah panik. Saya melihat diagnosisnya kejang demam sederhana. Oh, prognosis baik. Demam si kecil juga udah turun. Udah dapet maintanance antikonvulsan pula. So, whats matter? Mungkin memang saya tidak cocok jadi spesialis anak. Menenangkan dan menginformasikan keadaan pasien sampai mereka paham betul adalah sesuatu hal yang jauh lebih sulit ketimbang memberikan terapinya. Demam belum turun meski baru hari pertama demam juga pernah membuat saya dilabrak oleh ibu pasien yang notabene teman sejawat. Peristiwa ini terjadi saat saya pertama kali jaga di luar pulau Jawa. Sebagai teman seprofesi, seharusnya dia tau. Kepanikannya tak berdasar. Maintanace anticonvulsant dan antibiotik sudah diberikan. Bodohnya saya, mengapa dulu saya turuti dia membaca suhu termometer anaknya. So what? Pelecehan sesama saudara di hari pertama kerja saya di pulau berantah.
Dari RS dimana keponakan saya dirawat, saya langsung capcus ke RS saya untuk jaga malam. Di RS saya, motor karyawan RS dimasukkan ke dalam lorong RS. Eh, belum bener saya mengunci stang, seorang bapak2 menegur saya. Karena saya belum terlalu mudheng bahasa luar pulau jawa, saya minta dia mengulangi. Eh ternyata dia memarahi saya karena saya memarkir motor saya di dalam lorong RS, sedang motor dia di luar. So what? saya dari dulu parkir motor di dalem sini pak.
Hari berganti hari...
sebentar lagi, insya Allah usai kerja saya di Luar pulau ini. Ya Allah, ridhoi hamba. Beri semangat dan tekad yang kuat. SMANGAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT! I'll come home mommy!