Selasa, 23 Agustus 2011

Hari Yang Berat


Pagi ini HP saya bergetar. Sebuah SMS masuk dan berisi perintah untuk segera bergegas ke lantai 5 untuk penentuan ‘para’ yang dapat masuk setase tehate minggu depan. Udah nyangkut nyawa koas kayaknya. Padahal saat menerima sms tsb saya sedang menjalani bimbingan dengan staf yang menggebu-gebu dan bercampur amarah (kayaknya) sedang ingin berbincang implisit kepada anak didiknya agar ia lega. Beliau akan lega jika anak didiknya mengakui bahwa pelayan kshtn aka dk*r sering menulis rsep dengan komponen2 yang tidak lengkap. Diagnosisnya lah ini lah ini lah. “ya ya ya, saya udeh teu. Gak usah ngotot lebay gitu deh, kami bisa nangkep implisasi anda sedari awal pembicaraan tadi.” Dengan suasana masih mencekam seperti itu, gimana saya bisa lepas dari cengkraman yah. Hmm. Geser pantat ke kanan, geser pantat ke kiri, mundurin kursi, sambil berkali2 membungkukkan badan dan melirik ke arah jam dinding. Udah gaduh gelisah. Mati aja kl saya dilempar dari ‘para’ gara2 saya gak dateng ke lantai 5. Sebenernya sih ada 1 temen dalam ruangan itu yang senasib sama saya. Tapi dia terlalu takut buat nyoba colut. Akhirnya, saya memberanikan diri meminta ijin. Mau gimana lagi. Separuh nyawa ada di anggrek 5. Dan alhamdulillah, saya diijinkan keluar.
Setelah melalui rintangan tsb, saya pun harus melalui rintangan berikutnya di lantai 5. Di sebuah ruangan di lantai itu terjadi musyawarah antara 18 calon ‘para’. Berdasar pertimbangan yang teramat berat, sang chief akhirnya memutuskan untuk berencana mengorbankan 2 orang dari 19 calon ‘para’. Itupun tak tahu juga nanti masih ada 1 orang ‘para’ yang nasibnya dubia.
Kita milih kita nyelametin temen tenggelam padahal kita juga belum tentu selamet, atau kita gak nyelametin temen dan kita selamat ?
Teramat berat! Voting dimulai dari saya. Saya hanya terdiam. Benar2 berat L. Karena saya terlalu lama membisu, salah satu dari ‘para’ berbincang muter2 yang intinya ya sama dengan yang sudah2 dibicarakan sebelumnya.
Chief : km pilih 16 apa 18 anak?
Sy : susah boi, aku gak bisa.
Para 1 : aku pilih 16
Chief : kamu *memandang ke arah saya lagi*
Sy : iya
Chief : iya apa?
Sy : 16
Maaf kawan, mungkin 1 kata dari mulutku ini langsung mematikan harapan kselamatanmu. Aq bisa merasakan apa yg kau rasakan sebagai ‘yang dibuang’. Situasi yang beraroma kejam. Aku tidak pernah menginginkan situasi seperti ini sebelumnya. Pada akhirnya, nasib kami pun masih menggantung sampai besok.
Untuk keadaan (di minggu lalu) yang meloloskan seseorang yang masuk 'stase elite’, saya hanya ingin berkata, “perjuangkanlah apa yang semestinya pantas diperjuangkan, jangan memperjuangkan apa yang belum pantas diperjuangkan. Alhasil, timbul kerugian pada orang yang sebenernya pantas diperjuangkan dan kesenjangan sosial pun muncul. Egois, ke laut aje!”
Untuk keadaan beberapa bulan lalu dimana sebagian dari ‘para’ memohon untuk jauh2 hari dapat memasuki stase elite ‘tersebut’ guna menghindari keadaan genting seperti ini, yang pada akhirnya anda (red. Birokrasi) tetap saja tak mengabulkan permohonan itu serta tetap memprioritaskan koas2 ‘kemarin sore’ masuk ke stase elite, saya hanya ingin bilang,”hey, lihatlah hasil akhirnya. Pihak kami juga kan yang dirugikan.”

Keegoisan itu memang dibutuhkan dalam hidup, namun egois lah pada tempatnya.
Dan akhirnya saya sedikit bisa mengerti mengapa dia minggu lalu diam dan bersikap ‘pura-pura’ tak tahu apa yang terjadi.

-Galau detected-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar